Semarak Hari Raya di Negeri Seribu Menara

18 11 2010

Tak ada takbir keliling atau takbiran. Yang ada banjir suara Mercon dan keramahtamahan rakyat Mesir

 Hidayatullah.com–Menjelang hari raya, di Indonesia sangat semarak dengan gema takbirnya, yang secara serentak bersuara hampir di seluruh kampung dan pelosok negeri.

Takbiran di Indonesia cukup banyak coraknya, mulai dari sekedar memutar kaset takbiran di kedai atau toko-toko; bertakbiran di serambi-serambi masjid sembari memukul tabuh. Namun yang lebih semarak dan heboh adalah takbir keliling kampung baik berjalan kaki maupun dengan mobil.

Biasanya rute mereka adalah masuk kampung keluar kampung, namun mereka yang menggunakan kendaraan biasanya akan keliling kota. Jadi Idul fitri terasa lebih meriah dan semarak.

Sesuai kata pepatah, lain lubuk lain pula ikannya. Setiap negeri mempunyai cara dan kekhasan sendiri menyambut Idul Fitri. Begitu juga halnya dengan Mesir. Kalau soal takbiran malam-malam menjelang Idul Fitri tidak begitu semarak, apalagi takbiran keliling dapat dibilang tidak ada.

Kalau pun ada, itu hanya dihidupkan oleh komunitas asing, seperti mahasiswa Indonesia dan Malaysia di sini. Malam menjelang Idul Fitri biasanya Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir mengelar lomba takbiran antara kekeluargaan (pronvinsi).

Ketiadaan gema takbir layaknya Indonesia di Mesir, saya lihat tidak lebih karena faktor keamanan. Sebab pihak keamanan di Mesir sangat melarang adanya kumpulan atau gerombolan orang yang beraktivitas di malam hari. Jadi, suara takbir hanya menggema di masjid-masjid saja.

Hiburan Petasan

Di saat Ramadan, mercon atau petasan cukup banyak digemari oleh anak muda Mesir. Terutama saat hari Raya Idul Fitri datang. Suara mercon terbang atau mercon kupu-kupu dengan daya ledak keras cukup sering terdengar. Tidak ayal, kalau suara ledakan itu mengusik ketenangan dan membuat kita terkejut. Berbeda dengan di Indonesia yang sangat melarang petasan karena sering menimbulkan korban. Di Mesir UU semacam itu tampaknya belum ada. Yang jelas ketika hari raya menyapa, mercon dan petasan masih menjadi hiburan andalan anak-anak muda di Mesir.

Tradisi saling mengantarkan hidangan dan angpao di Hari Raya dapat dibilang tidak begitu terlihat. Budaya itu hanya ramai saya temukan di hari-hari bulan Ramadan. Begitu juga halnya dengan tradisi membuat kue menjelang Idul Fitri, bisa dibilang jarang dilakoni masyarakat Mesir. Kebanyakan mereka lebih suka membeli menu lebaran siap jadi dari toko-toko kue atau supermarket. Terlebih di kota Kairo, toko-toko menjual aneka jenis kue lebaran sudah menjamur sejak Ramadan tiba. Belum lagi kedai-kedai roti gandum yang sudah beroperasional sejak lama di setiap distrik, biasanya menjelang Hari Raya mereka juga menyiapkan menu khusus lebaran.

Mesir sangat terkenal dengan keramahan dan sikap pemaafnya. Lantas bagaimana ekspresi saling memaafan di antara mereka ketika Idul Fitri? Sangat luar biasa. Itu yang dapat saya ungkapkan mewakili keindahan mereka ketika bermaaf-maafan.

Baik kalangan muda maupun lansia akan saling berpelukan badan dan pipi kalau lagi bermaafan. Beda lagi kalau wanita sesama wanita, biasanya pelukan kiri dan kanan itu bisa diulang sampai dua sampai empat kali. Sikap seperti itu tidak hanya mereka lakukan sesama orang Mesir, tapi ketika mereka bertemu dengan orang asing atau WNI yang sudah lama mereka kenal mereka tidak segan-segan memeluk dan menciumnya.

Sebuah tradisi spesial Hari Raya di Mesir adalah pembagian hadiah buat anak-anak. Hadiah yang berisi berbagai macam mainan anak kecil dan makanan: coklat, wafer, kue dll. dikemas di dalam sebuah plastik. Hadiah itu biasanya disiapkan oleh pengurus masjid atau panitia shalat Id sehari menjelang Hari Raya.

Hadiah yang disiapkan tidak tanggung-tanggung, kalau masjid ukuran besar pasti mereka akan menyiapkan dalam jumlah besar. Saat shalat Id selesai anak-akan maka anak-anak akan berhamburan mengejar goni-goni hadiah yang terletak di dekat pintu masjid. Kalau shalat Idul Fitrinya di lapangan maka pembagian hadiah menyebar di sudut-sudut lapangan.

Wah, pembagian seperti ini selalu sangat ramai, anak-anak sangat antusias dan gembira berebut hadiah; saling berusaha menembus keramaian anak-anak lainnya. Anak-anak telah mendapat satu bungkus hadiah itu akan berlarian dengan senyum tawa. Keadaan terasa semakin semarak. Terlebih lagi, orangtua tidak melarang anak-anak mereka ikut bergabung di keramaian itu bahkan mereka memotivasinya. Biasanya orang-orangtua dan lansia akan tersenyum-senyum simpul melihat parade anak-anak itu. Pemandangan yang cukup menghibur.

Saat Hari Raya datang, kebanyakan orang Mesir menghabiskan waktu mereka bertamasya ke sejumlah objek wisata, seperti taman, kebun binatang, pantai dll bersama sanak keluarga.

Di Kairo, tradisi saling mengunjungi tetangga untuk bersilaturrahim tidak begitu menggeliat, layaknya di Tanar Air. Yang jelas orang Mesir di Kairo hanya tumpah ruah saat shalat Id, selepas itu mereka banyak menghabiskan waktu di flat atau mudik ke kampung halaman. Kondisi ini membuat pemandangan kota sangat lengang di Hari Raya. Jalan-jalan utama kota Kairo seperti mati. Jalanan seperti  Shalah Salim, Attaba, Tahrir, Abbasia, Al-Azhar, dan Mohandessin ikut sepi. WNI yang pertama kali melalui Idul Fitri di Mesir pasti akan terheran-heran kelengan itu.  [Owen Putra, sedang merampungkan S1 di Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin, Jur. Tafsir dan Ulumul Quran/hidayatullah.com]


Aksi

Information

Tinggalkan komentar